Dikala manusia dalam kegelapan dan kehilangan pedoman hidupnya, maka lahirlah seorang bayi dari keluarga yang sederhana yang akan memberikan cahaya di dalam peradaban manusia. Bayi itu yatim, karena ayahnya meninggal dunia pada saat ia berada di dalam kandungan ibunya ± 2 bulan. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdumanaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah dari golongan arab Bani Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdumanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Silsilah ini memperjelas bahwa beliau adalah keturunan bangsawan dan terhormat di dalam kabilah-kabilah arab pada saat itu.
Dalam perjalanan hidupnya dari kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi seorang rasul, beliau dikenal sebagai pribadi yang jujur, bersahaja, berbudi luhur dan memiliki kepribadian yang tinggi. Sangat berbeda dengan kebiasaan pemuda-pemuda arab pada saat itu yang gemar mabuk-mabukan dan berfoya-foya. Sehingga masyarakat quraisy memberi julukan kepada beliau Al Amin, artinya orang yang dapat dipercaya.
Beliau tidak pernah menyembah berhala, tidak pernah memakan daging sesembahan berhala yang biasa dilakukan oleh masyarakat jahiliyah pada saat itu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beliau berdagang karena orang tuanya tidak meninggalkan warisan yang cukup, dan bahkan kebiasaan berdagang tetap beliau lakukan meskipun telah menikah dengan seorang – Siti Khodijah – seorang janda kaya dan terhormat.
Nama Muhammad saw kian bersinar karena kepribadiannya yang tinggi dan kejujurannya. Tetapi hati nuraninya berontak karena melihat kebiasaan masyarakat quraisy pada saat itu yang senang menyembah berhala, mabuk-mabukan, foya-foya, dan bahkan mereka bangga memasang berhala sesembahan mereka pada dinding ka’bah.
Maka mulailah beliau melakukan persiapan diri – tahannuts – self preparation, dengan mengasingkan diri keluar dari masyarakat jahiliyah untuk mencari kebenaran yang hakiki yakni ke gua hira yang terletak pada sebuah bukit yang bernama Jabal Nur yang berjarak sekitar lima kilometer sebelah utara kota Mekah.
Allah Swt berfirman : “Dan Dia dapati kamu dalam kebingungan, lalu diberi hidayah (kenabian)” [QS. Adh Dhuha : 7].
Allah Swt berfirman : “Dan begitulah telah kami wahyukan kepadamu suatu ruh (Al quran) dari perintah kami, belum pernah mengetahui apakah kitab, apakah iman…” [QS. Asy Syura : 52].
Dari situ dimulailah pembersihan hati, pensucian jiwa, pencerahan daya pikir oleh Allah Swt melalui malaikat Jibril kepada Muhammad saw sehingga dia mendapat tugas dari Allah Swt sebagai orang yang terpilih – The Chosen One – untuk membawa manusia dari alam kegelapan ke alam cahaya Ilahi, menyampaikan tanda-tanda kekuasaan Allah, membersihkan kotoran hati manusia dan memberikan hikmah tentang isi ayat-ayat Al quran. Maka terpancarlah suri tauladan dari dalam diri Muhammad saw untuk dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia.
Allah Swt berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan banyak berzikir kepadaAllah” [QS. Al Ahzab : 21].
Fathonah (Cerdas)
Sebagai orang yang terpilih (the chosen one) untuk menyampaikan kebenaranyang hakiki, serta tanda-tanda kekuasaan Allah, maka dia haruslah seorang yang cerdas. Cerdas tidak hanya secara intelektual (IQ), tapi juga cerdas secara emosional dan spiritual (ESQ). Sifat fathonah (kecerdasan) di dalam diri Rasulullah lebih dimatangkan oleh kecerdasan emosional dan spiritual, karena beliau tidak pernah melewati pendidikan formal khusus untuk mengasah intelektualnya, “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka…” [QS. Al-Jumu’ah : 2].
Oleh karena itu, apabila seseorang ingin meningkatkan performa dalam bidang pekerjaannya, maka dimulailah dengan meningkatkan pengendalian emosi dan kualitas spiritual melalui suatu mekanisme – D U K U N
I.1. DO’A
Do’a adalah ruhnya ibadah, dan ibadah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni ibadah vertical kepada Allah (maghdhoh) dan ibadah horisontal kepada sesama manusia (ghoiru maghdhoh). Seorang professional muslim di dalam melakukan suatu pekerjaan selalu dimulai dengan do’a. Do’a yang bernafaskan peng-Esaan, pengharapan dan perlindungan dari Sang Pencipta Alam Semesta – Allah Rabbul ‘Alamiin – sehingga dari dalam dirinya terpancar Inner motivation – motivasi yang didorong oleh nilai-nilai ketaqwaan untuk sugguh-sungguh melakukan ikhtiar dengan sempurna, tanpa mengesampingkan nilai tawakal sebagai hasil akhir, bismillahi tawakaltu ‘alallah, laa haula wa laa kuwwata illa billah.
I.2. USAHA
Ada usaha untuk selalu melakukan yang terbaik dengan kekuatan do’a, memperbaiki segala kekurangan di dalam diri, mau belajar dari kesalahan serta memiliki kemauan untuk tampil sebagai seorang professional dan menggantungkan tawakal sebagai hasil akhir – fa idzaa ‘azamta fatawakkal ‘alallah – jika telah membulatkan tekad maka berserah dirilah kepada Allah.
I.3. KOMITMEN
Seorang professional muslim dengan komitmen keimanannya kepada Allah Swt dan RasulNya, maka ia kembangkan esensi komitmen tersebut didalam profesinya. Komitmen untuk maju dan berlaku jujur (tidak mencampur-adukkan antara urusan pekerjaan dan pribadi) serta komitmen untuk taat dan tunduk terhadap peraturan perusahaan atau tempat dimana dia bekerja.
Allah Swt berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada RasulNya serta ‘ulil amri diantara kamu…” [QS. An Nisaa : 59].
‘Ulil amri tidak hanya dalam urusan negara, tapi dapat juga dalam skala kecil yakni instansi perusahaan tempat dimana dia bekerja.
I.4. ULET
Bekerja keras, sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai seorang mukmin (it taqullaha haqqa tuqoo tihi) – bertaqwa dengan sungguh-sungguh dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dia terapkan dalam dunia profesinya dengan sungguh-sungguh bekerja, sehingga terbentuk sosok pribadi yang ulet, pekerja keras, penuh dedikasi dan memiliki loyalitas yang tinggi.
I.5. NIKMATI (enjoy)
Nikmatnya beribadah serta nikmatnya berzikir mengagungkan Allah, itulah kenikmatan dan kebahagiaan hakiki yang dirasakan oleh seorang professional muslim, serta mengalir pada setiap langkah profesinya. Bersyukur menjadi ukuran keberhasilannya dan meyakini bahwa Allah telah mengatur dan menentukan segala sesuatu untuk hambanya termasuk rezeki (wa fis samaa’I rizku-kum) – telah ditentukan untukmu rezekimu dilangit – tanpa mengesampingkan kerja keras untuk meraih kesuksesan.
Maka muncullah nilai Qona’ah – enjoy – menerima apa adanya dari Allah Swt tanpa menuntut yang lebih sebelum melakukan usaha atau kerja keras serta doa yang senantiasa dipanjatkan dan selalu setia menunggu keputusan akhir dari Allah termasuk tentang rezeki, tanpa mengambil jalan pintas dan tanpa pula berdiam diri.
II. Amanah
Rasulullah saw mendapat tugas dari Allah untuk menyampaikan pesan atau wahyu kepada manusia. Pesan itu beliau sampaikan tanpa menambah atau mengurangi isi daripada pesan itu, sehingga yang sampai kepada manusia murni sebagai wahyu Allah.
Allah Swt berfirman : “Tidaklah ucapan(Muhammad) itu dari hawa nafsunya, kecuali wahyu yang diwahyukan” [QS. An Najm : 3-4].
Tugas sebagai pembawa pesan beliau laksanakan penuh dedikasi, karena semata-mata amanah dari Allah Swt. Sifat amanah tersebut juga tercermin dalam hubungan beliau dengan sesama manusia. Sebagai contoh manakala terjadi hubungan dagang dengan seorang yahudi, dimana beliau dipesan untuk menjualkan seekor unta miliknya dengan harga jual yang diamanahkan.
Yahudi itu menaruh hormat karena walaupun hasil penjualan unta itu melampaui harga sebenarnya, tapi beliau tetap melaporkan hasil penjualan seluruhnya. Seorang professional muslim ketika diamanahkan oleh suatu perusahaan untuk menduduki posisi tertentu, haruslah dilaksanakan penuh tanggung jawab dan bersungguh-sungguh. Dia tidak mau menerima yang bukan haknya, dan tidak pula menahan hak oranglain, karena dia sadar bahwa pekerjaan, jabatan yang dia embah adalah hakekatnya amanah dari Allah. Dia tembuskan pengabdian pekerjaannya itu karena Allah Swt, dan dia sadar bahwa pekerjaan, jabatannya sewaktu-waktu akan lepas dari genggamannya, karena ia menyadari bahwa Allah-lah Yang Maha Kekal dan Abadi dan akan melakukan pergiliran diantara manusia.
Allah Swt berfirman : “Apa yang ada padamu hilang-sirna dan apapun yang di sisi Allah kekal abadi” [QS. An Nahl : 96].
III. Shiddiq
Kata shadiq (orang jujur) berasal dari kata shidiq (kejujuran), kata shiddiq adalah bentuk penekanan (mubalaghah) dari shadiq, yang berarti orang yang didominasi oleh kejujuran. Menjunjung tinggi kejujuran di atas segalanya adalah priinsip hidup Rasulullah saw. Nabi Muhammad saw bersabda : “Jika seorang hamba tetap bertindak jujur dan berteguh hati untuk bertindak jujur, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur, dan jika ia tetap berbuat dusta dan berteguh hati untuk berbuat dusta, maka ia akan ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Seorang professional muslim yang teguh keimanannya, menjadikan kejujuran (shidiq) sebagai landasan untuk mencapai kesuksesan. Dia selalu memperhatikan etika profesi dan moral serta rambu-rambu agama, sehingga halalan thoyyiban menjadi proses perjalanannya meniti karir meraih sukses. Jujur lisannya, jujur rasa hatinya dan jujur geraknya. Itulah sosok professional muslim dalam genggaman kasih sayang Allah.
Allah Swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan ikuti langkah orang-orang yang jujur.” [QS. At Taubah : 119].
IV. Tabligh
Allah Swt berfirman : “Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak meyampaikan amanat-Nya” [QS. Al Maidah : 67].
Seorang professional muslim dengan akidahnya yang kuat untuk memegang teguhaturan Allah, selalu merealisasikan sifat dan teladan rasulullah, maka sifat tabligh (dakwah) ini akan tergambar pula di dalam profesinya. Dari lisannya akan selalu keluar kata-kata yang baik dan terasa sejuk didengar, kalimatnya berisikan nasehat dan penghargaan pada setiap hasil pekerjaan orang lain, serta berani mengatakan yang benar walaupun terasa pahit untuk diterima. Dari geraknya tergambar kesholehan karena selalu menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim. Tugas pekerjaannya dilakukan penuh dedikasi dan loyalitas yang tinggi. Menjunjung tinggi kejujuran di atas segalanya dan pantang untuk berbohong atau berkhianat. Melaksanakan seluruh aktivitasnya dengan penuh keikhlasan dan cerdas dalam menanggulangi setiap persoalan tanpa ada yang harus merasa tersinggung atau sakit hati. Itulah sosok professional muslim dengan akhlak yang mulia (akhlak al kariim) yang akan memberikan cahaya dan kesejukan dilingkungannya serta memberi dan menjadi contoh dengan akhlaknya itu, sehingga memberi nilai tabligh atau dakwah kepada lingkungannya dimanapun dia berada.
Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon